SMOKING, HEALTHCARE COST, AND LOSS OF PRODUCTIVITY IN INDONESIA
- Arlin Rahmadini
- Apr 26, 2015
- 3 min read
Taraaa.. sepertinya kali ini saya akan menulis agak posesif. Karena sudah tidak bisa dihitung dengan jari lagi saya berdebat dengan orang dijalan akibat ulahnya mengonsumsi barang yang satu ini. orang tersebut adalah para pencuri umur manusia. Pencuri ini adalah ia yang merokok sembarangan dijalan tanpa memperdulikan sekitarnya yang dirugikan. Parahnya ada beberapa pelaku kejahatan ini yang sudah ditegur tetap tidak peduli. Kadang saya sering tertawa geli sendiri jika teringat pengalaman menegur para pelaku ini yang kebanyakan adalah cowo seyem. Dari yang berkomunikasi secara santun sampai ada yang harus dengan sinisme perempuan. Entah dapat kekuatan darimana saya berani menegur mereka. Mungkin jika terasa sudah amat menganggu dan kelakuan perokoknya sangat menjengkelkan dengan membuang asap rokoknya dengan rasa bangga (bergaya sok cool tepatnya).
Oke, pengetahuan ini saya dapat dari berkah magang yang memberi saya kesempatan menghadiri acara 2nd Indonesian Health Economics Association Congress 2015 dan dari ini saya mendapatkan tambahan ilmu mengenai isu rokok di Indonesia. Sebenarnya saya sudah sedikit banyak tau mengenai isu ini dari beberapa tulisan di internet, dan ternyata benar isu ini sudah muncul ke permukaan sejak tahun 2010.
Dalam acara ini dipaparkan bahwa 64% laki-laki di Indonesia adalah perokok. jadi beruntunglah kalian para wanita yang memiliki pasangan tidak merokok. Sedangkan pada wanita, jumlahnya hanya 4,5 % maka mirislah kalian para pria yang memilki pasangan perokok :P. Hal ini menempatkan Indonesia pada peringkat ketiga konsumsi rokok di dunia. Di acara tersebut saya mendapat penjelasan bahwa sebenarnya ada yang salah mengenai manfaat yang diberikan oleh industri rokok. Ketika industri rokok berkilah memberi konstribusi masukan dana yang cukup besar bagi Indonesia. Nyatanya, cukai rokok Indonesia yang masih rendah tidak dapat menutupi kerugian biaya kesehatan dan produktivitas yang juga harus diterima negara akibat rokok. Indonesia mengalami kerugian makro ekonomi akibat konsumsi rokok sebesar Rp 245,4 triliun. sedangkan penghasilan cukai dari rokok hanya Rp 56 triliun. Masihkah ada keuntungan? World Health Organization menyarankan untuk menetapkan cukai rokok sebesar 70% untuk menekan konsumsi rokok dan Indonesia baru menetapkan cukai rokok 57% dari harga retail rokok.
Lalu bagaimana jika nilai cukai rokok ditinggikan? kalau rokok mahal, tidak laku, bagaimana nasib para pekerja Indonesia yang menggantugkan hidupnya dari Industri ini? Saya lupa akan hitung-hitungan usia prduktivitasnya. Intinya masih banyak pekerjaan yang pastinya lebih baik untuk mereka. Karena Indonesia akan lebih sehat dengan usia produktif tenaga kerjanya yang tidak berkurang akibat penyakit yang ditimbulkan rokok. Salah satu pembicara dalam acara ini juga menyampaikan bahwa Industri rokok di Indonesia tampaknya sudah bermanuver dengan mengandalkan teknologi mesin sehingga mereka tidak dengan sepenuhnya memaksimalkan sdm. Lalu bagaimana dengan nasib para petani tembakau kita? sesungguhnya 2/3 tembakau yang digunakan oleh industri rokok di Indonesia adalah hasil import, para petani kita sudah menjerit merugi.
Lalu masih kah ada yang merasakan manfaat dari rokok? tentunya masih. mereka adalah orang-orang yang bilangnya gabisa hidup tanpa merokok. "Lebih baik ga makan daripada ga ngerokok". yaaa terserah apakatanya, toh merokok adalah pilihan hidup seseorang yang agama saja tidak melarang. Tapi bagaimana bagi para pembenci rokok? menjadi perokok pasif yang mendapat resiko lebih membahayakan adalah tindak diskriminasi yang kami tidak bisa terima. Pemerintah masih terlalu setengah-setengah untuk tegas pada aturan rokok. Pemerintah Indonesia tidak berani menandatangani Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) pada tahun 2010 sampai sekarang. Padahal, Indonesia datang dan ikut merancang FCTC ini. FCTC adalah kerangka kebijakan yang diantaranya mengatur mengenai harga, pajak pokok, kandungan rokok, kemasan, edukasi, komunikasi, perlindungan terhadap paparan asap rokok, promosi iklan, dan perlindungan lingkungan. Seandainya pemerintah meratifikasi FCTC ini dan dijalankan di Indonesia, tentunya akan dapat memberi keadilan bagi para pembenci dan penikmat rokok.
Comments